Jumat, 16 November 2012

TAFSIR RAHMAT

-->

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena dengan rahmat, taufik, dan inyah-Nyalah kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang merupakan tuntutan sebagai ajuan tugas untuk mata kuliah Tafsir Indonesia. Mengingat begitu pentingnya kegiatan belajar khususnya dalam mata kuliah tersebut, tentunya penyusunan makalah tentang Tafsir Rahmat” ini tidak hanya didasarkan pada tuntutan tugas, namun juga diharapkan untuk bisa sedikit menambah pengetahuan, hingga dalam tahapan-tahapannya kita memahaminya dengan baik dan benar.
Namun demikian kami menyadari betul bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak sekali kekurangan dan kekhilafan. Oleh karena itu, kepada para pembaca dan para ahli yang budiman, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan pembelajaran kami dan tahapan-tahapanya. Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya, merupakan tanda pemghargaan kami yang tiada taranya kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan penyusunan makalah ini. Semoga penyusunan makalah yang sangat sederhana ini bisa benar-benar bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya. Amin




BAB I

PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang

Al-Quran adalah kitab suci kaum muslimin dan menjadi sumber ajaran Islam yang pertama dan utama yang harus mereka imani dan apilkasikan dalam kehidupan sehari-hari agar memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat. Karena itu, sudah menjadi  keharusan bagi setiap muslim untuk mempelajari isi dan pesan-pesan al-Quran secara mendalam. Upaya itu telah mereka laksanakan sejak Nabi Muhammad saw. masih berada di Mekkah dan belum berhijrah ke Madinah hingga saat ini termasuk juga umat Islam di indonesia.  
Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya adalah muslim. Oleh karena itu perkembangan Islam di Indonsia dalam upaya mempelajari al-Quran merupakan hal yang signifikan. Dalam perkembangannya, banyak intelektual muslim yang mencurahkan perhatiannya terhadap upaya mempelajari al-Quran untuk bisa disajikan dalam bentuk yang mudah dipahami oleh masyarakat Indonesia yang secara umum masih rendah pengetahuannya tentang bahasa arab. Diantara cendikiawan-cendikiawan itu adalah Abdul Rauf bin Ali al-Fansuri al-Singkili, Syekh Nawawi al-Bantani, Ahmad Hasan, Zainuddin Hamidiy, Mahmud Yunus, Maulevi Mohammed Ali, Buya Hamka, Hasbi Ashiddiqiy, Muhammad Farid Wajdi, H. Oemar Bakry, Munawar Khalil dan Ibnu Idrus.[1]
H. Oemar Bakry sebagai intelektual muslim Indonesia yang boleh dikata produktif dalam berkarya, beliau juga menulis sebuah karya tafsir yaitu “Tafsir Rahmat”.  Tafsir Rahmat merupakan tafsir Alquran pertama dalam bahasa Indonesia yang secara lebih lengkap terbit dalam satu jilid (tahun 1981). Tafsir ini terbit pada abad modern (zaman ilmu pengetahuan dan teknologi) dan dalam suasana pemerintahan (perpolitikan, kesejahteraan dll.) Indonesia yang belum kondusif. Suasana seperti inilah yang membuat tafsir ini menarik untuk diketahui lebih jauh, bagaimana H. Oemar Bakry memberi interpretasi terhadap al-Quran pada saat itu?

B.   Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam hal ini adalah sebagai berikut:
1.    Siapa H. Oemar Bakry?
2.    Apa yang melatarbelakangi beliau menulis kitab Tafsir Rahmat?
3.    Bagaimana sistematika, metode dan corak Tafsir Rahmat?
4.    Apa kelebihan dan kekurangan Tafsir Rahmat?



BAB II

PEMBAHASAN

A.   Sekilas Penulis

1.    Tempat kelahiran
H. Oemar bakry Lahir 26 juni 1916 di Desa Kacang di pinggir Danau Singkarak Sumatera Barat
2.    Pendidikan
Setelah tamat Sekolah Desa di kacang dan Sekolah Sambungan di Singkaarak, meneruskan pelajaran pada Sekolah Thawalib dan Diniyah Putra Padang Panjang. Tamat diniyah tahun 1931 dan Thawalib 1932. Kemudian melanjutkan pelajaran pada Kulliyatul Mu’allimin Islamiyah Padang. Tamat tahun 1936 dengan angka terbaik. Tahun 1954 masuk Fakultas Sastra Universitas Indonesia, tidak sampai tamat.
3.    Tempat mengajar
Guru pada Sekolah Thawalib di Padang pada tahun 1933 s.d tahun 1936. Direktur Sekolah Guru Muhammadiyah Padang Sidempuan tahun 1937, guru pada sekolah Thawalib Padang Panjang dari tahun 1938 sampai masuk tentara Jepang. Direktur The Public Typewriting School yang didirikan 21 Januari 19938 di Padang Panjang. Kemudian namanya diganti dengan Taman Kemajuan dan masih bediri sampai sekarang.
4.    Kegiatan dakwah
Berdakwah di Sumatera Barat, Jakarta dan Bandung.
Memberikan Ceramah ; di Universitas Al-Azhar CAIRO 22 Desember ’83 di IAIN Sunan Ampel Surabaya 11 Februari ’84 di IAIN Imam Bonjol Padang 26 Maret ’84 di Universitas Bung Hatta Padang 28 Maret ‘84
5.    Organisasi
Anggota Partai Politik Persatuan Muslim Indonesia (Permi) tahun tiga puluhan. Anggota Masyumi dan pernah menjadi anggota Pimpinan Masyumi Sumatera Tengah. Ketua IKAPI ( Ikatan Penerbit Indonesia ) Jakarta Raya beberapa priode. Ketua Yayasan Al-Falah, Yayasan Pemeliharaan Kesucian Al-Quranul Karim dan Yayasan Thawalib Jakarta.
6.    Sebagai pengusaha
Pendiri dan Direktur Utama Penerbit dan Percetakan Offset “Mutiara” Jakarta dan “Angkasa” Bandung. “Mutiara” didirikan 1 November 1951 di Bukittinggi dan “Angkasa” 13 Januri 1966 di Bandung.
7.    Hubungan luar negeri
Mengadiri kongres IPA (Interational Publisher Association) 1976 di Kyoto dan tahun 1980 di Kopenhagen. Mengadakan hubuungan dengan penerbit-penerbit luar negeri (Asia, Eropa dan Amerika).
8.    Karya-karya beliau yang lain:


a.     Tafsir Madrashi (bahasa Arab),
b.    Uraian 50 hadis
c.     Memantapkan rukun Iman dan Islam
d.    Apakah ada nasikh dan Mansukh dalam al-Qur’an?
e.     Al-Qur’an Mukjizat yang terbesar
f.     Keharusan memahami isi al-Qur’an
g.    Pelajaran Sembahyang
h.    Kebangkitan umat Islam di abad ke-15 Hijriyah
i.      Akhlak Muslim
j.      Polemik Haji Umar bakry dengan H.B.Yasin tentang al-Qur’an bacaan mulia.
k.    Bung Hatta selamat cita-citamu kami teruskan.
l.      Kamus Indonesia Arab Inggris
m.  Kamus Arab Indonesia Inggris
n.    Al Ahadissahihah (bhs. Arab)
o.    Makarimul Akhlak (bhs. Arab)
p.    Islam menentang Sekularisme
q.    Menyikap Tabir Arti “Ulama”.
r.      Kamus Arab Indonesia
s.     Kamus Indonesia Arab
t.      Dengan Taqwa Mencapai Bahagia


B.   Latar Belakang dan Tujuan Penulisan Tafsir Rahmat

Oemar Bakry menamakan tafsirnya dengan nama Tafsir Rahmat. Dinamakan demikian karena sesuai dengan tujuan diturunkanya al-Qur’an sebagai rahmat bagi alam semesta. Allah menurunkan al-Qur’an agar dipahami dan diamalkan isinya. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt: “Sesungguhnya kami menurunkan al-Qur’an al-karim berbahasa arab agar kamu memikirkannya “. (Q.S. Yusuf:2).
Secara verbal Al-Qur’an ditulis menggunakan bahasa Arab, sementara kita masyarakat Indonesia masih minim pemahamannya terhadap bahasa arab. Dengan demikian, terjemahan dan tafsir al-Qur’an dalam bahasa Indonesia sangat dibutuhkan. Adanya transliterasi Al-Qur’an dari bahasa Arab kebahasa Indonesia, dimaksudkan supaya masyarakat bisa memahami al-Qur’an (meskipun mereka tidak memehami bahasa Arab) dan bisa mengamalkan isi al-Qur’an sesuai dengan yang ia pahami.
Sekarang sudah disebut zaman ruang angkasa, zaman ilmu pengetahuan dan teknologi. Umat Islam yang diseru oleh al-Qur’an itu selalu berkembang alam pikirannya, cara hidup dan kehidupannya, singkatnya berkembang disegala kehidupannya. Sesuai dengan sabda rasulullah, “Berbicaralah dengan manusia sesuai dengan tingkat kecerdasannya”. Mengenai bahasa tentu sesuai dengan perkembangan bahasa itu. Bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa melayu, sekarang sudah menjadi bahasa nasional, bahasa perasatuan bangsa. Susunannya, ejaannya, cara menulisnya sudah jauh sekali berbeda dengan dahulu kala. Kita disuruh berkomunikasi dengan bahasa yang dapat dipahami oleh pendengar ataupun pembaca.
Sejumlah fakta di atas menjadi sebuah alasan mengapa Oemar Bakri berkata bahwa “tugas kita sekarang adalah melanjutkan dengan menulis terjemahan dan tafsir sesuai dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar”, yaitu terjemahan yang sesuai dengan tata bahasa yang berlaku (EYD).
Menurut Oemar Bakry, ada tiga syarat yang mesti ada pada seorang penterjemah, yaitu:
·       Menguasai bahasa buku yang akan diterjemahkanya
·       Menguasai bahasa yang akan ditulisnya
·       Isi buku yang akan diterjemahkan itu memang bidangnya
Secara singkat dari penjelasan diatas, menurut pemakalah bahwa yang melatar belakangi (intellectual history/history of ideas) atau yang memberikan motivasi Umar bakry dalam menyusun Tafsir Rahmat adalah:
1.    Minimnya masyarakat Indonesia yang memahami bahasa arab, sehingga mereka tidak bisa memahami al-Qur’an.
2.    Meskipun sudah ada terjemahan dan tafsir al-Qur’an dengan menggunakan bahasa Indonesia, namun masih menggunakan ejaan lama dan juga terlalu leterlek, sehingga susah untuk dipahami.
3.    Al-Qur’an tidak bertentangan dengan Ilmu pengetahuan dan teknologi.

C.   Mengenal Kitab Tafsir Rahmat

1.   Kondisi fisik kitab

Ø Kitab terdiri dari 1 Juz yang disusun pada 1333 halaman, dengan  Cover berwarna biru, pada permulaan halaman kitab terdapat foto pengarang serta biografi pengarang
Ø Susunan kitab dari kanan ke kiri, dengan rincian pada bagian kanan halaman terdapat susunan ayat dan disebelah kiri halaman terdapat tafsir dan terjemah

2.   Karakteristik Penulisan

a.     Sumber penulisan
Diantara buku pegangan yang dipegang beliau dalam menulis Tafsir Rahmat ini antara lain:
1.    Tafsir al-Manar oleh Syaikh Muhammad Rasyid Ridha
2.    Tafsir al-Maraghi oleh Ahmad Mushtofa al-Maraghi
3.    Al-Tafsir al-Farid fi al-Qur’an al-Majid oleh Muhammad Abdul Mun’im al-Jamal
4.    Tafsir Ibnu Katsir
5.    Fi Dzilal al-Qur’an oleh Sayyid Qutub
6.    Tafsir al-Qur’an oleh Prof.H.Mahmud Yunus
7.    Al-Qur’an dan Terjemahnya oleh Dewan Penterjemah Departemen Agama yang terdiri dari:


a.    Prof. T.M. Hasby al-Shiddiqy,
b.    Prof. H. Bustami A.Gani,
c.    Prof. H. Muchtar Yahya,
d.   Prof. H. M. Toha Jahya Oemar,
e.    Dr. H.A. Mukti Ali,
f.     Drs. Kamal Muchtar,
g.    K.H. A. Musaddad,
h.    K.H. Ali Maksum, dan
i.      Drs.Busjairi Madjidi


8.    Tafsir Qur’an oleh H.Zainuddin Hamidy dan Fachruddin
9.    Tafsir Bayan oleh Prof.T.M.Hasby al-Shiddiqy
b.    Proses Penulisan
Oleh karena demi memudahkan pembaca—khususnya di zaman globalisasi yang semakin terasa menyempitkan waktu kebanyakan orang dewasa ini—, penulis (H. Oemar Bakry) lebih memprioritaskan untuk membuat tafsir yang sangat ringkas dan tidak panjang lebar yang ditandai pula dengan metode ijmali yang dipergunakannya. Selain itu, tafsir yang ringkas satu jilid sebagaimana beliau menyamakannya dengan Tafsir al-Mufassar karya Muhammad Farid Wajdi tersebut tentunya tidak membuat pembaca akan merasa jenuh.
Bakry sendiri lebih menekankan teks Arab, pertama, dengan tulisan yang lebih besar, dua kali lebih besar dari teks-teks Arab yang terdapat dalam tafsir-tafsir yang disebutkan pada bagian-bagian sebelumnya pada bab ini. Ukuran tersebut sama besarnya dengan teks-teks Arab al-Qur’an yang ada di Indonesia yang tidak disertai terjemahan. Selain itu, teks yang terdapat dalam tafsir Rahmat tidak terputus-putus, dalam format teks Arab, yang nomor-nomor ayatnya dapat ditemukan di permulaan, tengah, atau akhir suatu baris. Keadaannya berbeda dari tafsir-tafsir yang diresensi sampai sejauh ini, yang memakai gaya penyajian ayat-ayat secara per kelompok yang dibatasi oleh baris yang memisahkannya. Tujuan Bakry adalah untuk menyesuaikan karyanya dengan pola penerjemahan al-Qur’an yang umum di dunia Arab: secara jelas dapat disimpulkan bahwa menurutnya model ini lebih resmi, dan dengan cara penyajian seperti ini akan memudahkan para pembaca. Bakry juga menggunakan tanda-tanda baca yang standar yang ditemukan pada sebagian besar al-Qur’an yang ditulis dalam bahasa aslinya—satu hal yang juga dilakukan oleh Ash-Shiddiqie dalam tafsir al-Bayan.
Dalam Tafsir Rahmat ini, H Oemar Bakry menggunakan terjemahan dengan penggunaan dua segi yakni dilihat dari segi penterjemahan secara harfiah maupun penterjemahan secara makna. Beliau juga menuturkan contoh dari penterjemahan secara harfiah seperti surat al-Ikhlas.
Sedangkan maksud beliau menggunakan penterjemahan secara makna adalah dikarenakan tidaklah semua perkataan dan susunan kalimat diterjemahkan menurut susunan yang ada. Di sana sini diadakan perubahan agar maknanya tepat. Hal ini digunakan beliau untuk menghindari pengertian ayat yang tidak jelas dan susah dipahami jika dipaksakan selalu menggunakan penterjemahan secara harfiah. Sehingga dicarilah kata-kata yang tepat dalam penterjemahan. Menurut beliau tujuan utama dalam menterjemahkan ialah untuk mengambil pengertian dari ayat-ayat itu.
c.    Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan Tafsir Rahmat merupakan tartib mushafy. Pada permulaan kitab didahului beberapa Kata Sambutan, Kata Pengantar, dan petunjuk Pembaca. Di bagian akhir tafsir ini dituliskan beberapa poin besar yang dituliskan dalam susunan bab. Kemudian di bawah bab itu terdiri beberapa subbab yang berkaitan dengan dengan poin utama bab di atas dan ditunjukkan pula letak ayat-surat ke halaman secara berturut-turut, kemudian setelah itu, diberikan pula ayat-ayat yang berhubungan dengan doa, larangan dan perintah. Hal ini memudahkan pembaca untuk mencari ayat yang dimaksud, selanjutnya, format daftar isi yang disusun berdasarkan surat-surat al-Qur’an secaara berurutan dengan dibubuhi letak halaman. Terakhir dilampirkan beberapa karya tulis dan biografi penulis.
Berdasarkan saran dari Duta Besar Kerajaan Arab Saudi di Jakarta, Bakr Abbas Khomais, sistematika Tafsir Rahmat ini disesuaikan dengan Bahasa al-Qur’an al-Karim yakni dibaca dari kanan ke kiri. Dalam Tafsir Rahmat ini, penulis mencoba menghindarkan dari sesuatu yang berhubungan dengan hal khilafiah dan israiliyat sebagaimana yang telah dikemukakan dalam tafsirnya.
d.   Metode dan Corak
Tafsir Rahmat termasuk tafsir yang menggunakan metode ijmali. Selain isi tafsir dalam bidang hukum yang terlihat menyesuaikan masyarakat patriarkhi, penulis seperti telah dikemukakan di atas terlihat lebih menekankan sisi kebahasaan dengan tujuan lebih memudahkan para pembaca.
Bakry mengaku bahwa terjemahan ini memperlihatkan penggunaan kata dan perkembangan bahasa Indonedia, dan menggunakan istilah dalam bahasa Indonesia yang baru. Dia memberikan tiga contoh untuk menunjukkan bahwa teksnya menggunakan bahasa Indonesia yang disempurnakan. Pertama, kata-kata tertentu telah digunakan sesuai dengan konsep-konsep kontemporer. Kata samawat, biasanya diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai langit, kemudian diterjemahkan dengan ruang angkasa[2] untuk memperlihatkan pemahaman ilmu pengetahuan modern tentang alam semesta dan terminologinya. Kedua, dia berupaya untuk memberikan penjelasan selangkap-lengkapnya dengan memberikan penjelasan tambahan kepada penerjemahan al-Qur’an terutama jika yang disajikan itu hanya penerjemahan teks yang akan menimbulkan pertanyaan pembaca. Hal ini dia lakukan dengan menambahkan kata-kata tambahan atau kalimat yang diapit oleh tanda kurung. Contoh:
Dan orang-orang yang mengikuti (ajaran) al-Kitab (Taurat) dan menunaikan shalat, pasti Kami tidak akan menyia-nyiakan (menghilangkan) pahalanya bagi mereka yang berbuat baik.
Ketiga, dia mengubah praktik gramatika bahasa Arab ke dalam praktik bahasa Indonesia. Misalnya, dalam bahasa Arab istilah “mereka” (hum) digunakan ketika “dia laki-laki/dia perempuan/benda” digunakan dalam bahasa Indonesia. Demikian juga kalimat “Sesungguhnya Allah telah memberikan pertolongan kepadamu pada perang Badar” diterjemahkan dengan “Dan sesungguhnya Allah membantu kamu sekalian pada waktu perang Badar.”
Pada coraknya yang banyak melalui pendekatan kebahasaan inilah, karya Bakry ini memiliki dua keistimewaan yang mendapat banyak perhatian. Pertama, adalah perhatiannya, bahwa karyanya menggunakan bahasa Indonesia modern dan lebih memperhatikan perkembangan zaman daripada tafsir-tafsir yang lebih tua. Satu perbandingan dengan tafsir-tafsir generasi kedua menunjukkan bahwa tafsir-tafsir tersebut memiliki beberapa teks yang muluk-muluk dan menggunakan kata-kata yang jarang digunakan dewasa ini, meskipun para editor dari teks-teks yang lebih tua tersebut telah melakukan pembenaran ejaan untuk menyesuaikannya kepada ejaan yang diperbaharui pada awal 1970-an, dan pembaharuan teks-teks terlihat terjadi di beberapa tempat. Hal yang sama juga terjadi pada tafsir-tafsir generasi ketiga. Al-Qur’an dan Terjemahnya sejajar dengan tafsir Bakry dalam penggunaannya dewasa ini.
Kedua, Bakry menekankan pembahasannya kepada kesesuaian al-Qur’an dengan perkembangan teknologi, seperti contoh lafadz samawat di atas. Sebagai perkembangan lebih jauh dari ide tersebut, dia menyediakan satu indeks tema-tema al-Qur’an yang dilengkapi dengan rujukan ke teks-teks yang sesuai. Tema-tema tersebut berhubungan dengan masalah ‘keimanan, penyembahan, perkawinan, ilmu pengetahuan dan teknologi, kesehatan, ekonomi, masyarakat dan bangsa, identitas budaya, dan sejarah. Bagian yang menjelaskan tentang ‘kesehatan’ yang merupakan penjelasan singkat mengenai enam topik, dapat dijadikan sebagai satu contoh dari tulisan tersebut. Rujukan kepada al-Qur’an yang sebenarnya tidak diberikan dalam contoh ini; hanya seluruh poin-poin disusun dalam posisi yang menarik.

D.  Kelebihan dan Kekurangan

Berkaitan dengan kelebihan yang dapat pemakalah ambil dari Tafsir Rahmat ini, antara lain:
  1. Bahasannya ramah atau enak dibaca. Pemakalah melihat melihat dalam tafsir ini penggunaan bahasa yang digunakan oleh H. Oemar Bakry ini hampir mirip dengan bahasa yang dipakai sehari-hari.
  2. Tafsirnya sangat ringkas. Sebagaimana contoh diatas yakni berupa ringkasan belaka.
  3. Sistematika penulisannya dari kanan ke kiri.
  4. Penafsirannya yang menitik beratkan pada ilmu teknologi (menggugah semangat para Ilmuan).
  5. Penerjemah radikal, hal ini diakui sendiri oleh beliau dalam kata pengantarnya, seperti `aljannatu tajri min tahtihal anhar` diartikan surga yang sungainya mengalir.
Akan tetapi, seperti halnya pada penerjemahan atau penafsiran-penafsiran lainnya, pemakalah di sini juga menganggap kelebihan tadi bisa menjadi sisi kekurangannya, dengan alasan klasik bahwa al-Qur’an merupakan sebuah teks yang sholih likulli zaman wa al-makan dan tentunya menggunakan bahasa yang universal, sehingga teks al-Qur’an—yang berbahasa Arab—akan tetap sulit diterjemahkan dalam bahasa non-Arab (ajam). Dalam prakteknya terkadang terjemahan bisa jauh lebih khusus dan mengalami penyempitan makna.
Betapapun halus atau objektifnya suatu penafsiran, tentu ia mengandung kesalahan. Hal ini antara lain dikarenakan karena mufassir berarti ia mencoba mendefinisikan apa yang ia baca dan yang sesuai dengan pemikirannya, sedangkan bila hasil pemikiran tersebut dibaca oleh pembaca yang lainnya tentu terdapat pergeseran-pergeseran makna yang terdapat dalam cakrawala pembaca (interpreteur) selanjutnya. Munculnya variasi memperlihatkan satu sifat penurunan suatu teks yang tidak setia. Secara disengaja atau tidak, penurunan yang dilakukan oleh manusia penyalin akan menimbulkan bentuk penyalinan yang tidak setia. Faktor manusia dengan berbagai keterbatasannya dan manusia dengan berbagai subjektivitasnya mempunyai peran yang penting dan menentukan terhadap wujud hasil salinannya.
Lebih rincinya yang menjadi kekurangan Tafsir Rahmat ini menurut penulis antara lain:
·       Penyempitan makna kata
Sebenarnya ‘penyempitan makna’ bukan hanya ditemukan pada Tafsir Rahmat saja, tapi juga pada hampir setiap kitab tafsir. Tafsir Rahmat sebagai salah satu hasil karya tafsir di Indonesia dengan segala kelebihan dan kekurangannya pun mengalami hal demikian. Meskipun tafsir ini mampu membuka akal para ilmuwan untuk menggunakan al-Qur’an sebagai referensi, mempermudah pemahaman kaum awam bahasa Arab di Indonesia sebagai jembatan mencintai al-Qur’an, tapi juga terkadang masih mempersempit maksud ayat hingga kemungkinan adanya tambahan informasi sains dan pengetahuan lain tertutup, menjadikan rancu pemahaman kebahasaan dan bila pembaca hanya berhenti sampai tafsir ini saja tanpa ada pemahaman terhadap tafsir lain, maka terasa kurang bila pembaca tersebut menjadikannya sebagai keputusan final. Hal ini dikarenakan setiap kali seseorang melakukan proses penafsiran atau penerjemahan, berarti ia sedang mencoba menjelaskan atau mengurai sesuatu, yang menunjukkan lagi bahwa ia melakukan proses pemisahan hal-hal yang lebih terperinci atau sempit dari yang lebih luas, sebagaimana lafadz ‘samawat’ yang diartikan ‘ruang angkasa’. Yang jelas satu kalimat dalam al-Qur’an sering kali ditemukan arti yang lebih universal.
·       Pemaknaan dhomir yang praktis
Pada hal ini, selain mengkritisi dari kekurangan kekayaan bahasa Indonesia sendiri, pemakalah agak kurang setuju dengan bentuk penerjemahan penulis yang mengartikan makna hum pada kalimat kedua dan ketiga dalam satu ayat dengan arti ‘dia’, ‘nya’, atau ‘ia’.
·       Masih terdapat kesalahan dalam penulisan petunjuk moto dakwah, contoh: moto dakwah pada bab ke VII EKONOMI, sub Koperasi dan Gotong royong. Di situ ditunjukkan QS. Al-Qashash pada hlm 77, padahal terdapat pada hlm 767.
·       Menerjemahkan “ كُمْ” dengan kamu[3]


BAB III

PENUTUP

Sebagai tafsir berbahasa indonesia, maka tafsir Rahmat merupakan sebuah karya tafsir yang patut untuk diberi penghargaan. Selain dari kitab yang ringkas ( 1 jilid/ Tafsir Ijmali), sisi kebahasaan Tafsir Rahmat adalah sangat mudah dipahami serta isinya sering dikaitkan dengan problema yang terjadi pada masa penulisannya. Tafsir Rahmat merupakan tafsir yang bercorak sastra, hal ini dapat dilihat dari usaha beliau untuk menggunakan bahasa Indonesia yang sudah disempurnakan (EYD).







[1] Abdul Rauf bin Ali al-Fansuri al-Singkili (Kitab Turjuman al-Mustafid), Syekh Nawawi al-Bantani (Tafsir al-Munir) Ahmad Hasan (Tafsir al-Furqan), Mahmud Yunus (Tafsir al-Qur’an al-Karim), Buya Hamka (Tafsir al-Azhar), Hasbi Ashiddiqiy (Tafsir al-Bayan), Muhammad Farid Wajdi (tafsir al-Mufassar), H. Oemar Bakry (Tafsir Rahmat).
[2] Lihat Tafsir Rahmat hal. 1145 dalam menafsirkan surah al-Mulk ayat: 3
[3][3] Lihat Tafsir Rahmat hlm. 1267 ketika menerjemahkan surah Al-Kaafiruun