Sabtu, 09 Maret 2013

MUSLIM BAGAIKAN POHON KURMA



PEDOMAN TRANLITERASI


Arab
Latin
Arab
Latin
ب
ت
ث
ج
ح
خ
د
ذ
ر
ز
س
ش
ص
ض
b
t
s\
j
h}
kh
d
z\
r
z
s
sy
s}
d}
ط
ظ
ع
غ
ف
ق
ل
م
ن
و
ه
ي
ة
ال
t}
z}
gh
f
q
l
m
n
w
h
y
ah ;at
al-

Vokal Pendek
Vokal Panjang
Diftong
َ
ِ
ُ
a
i
u
َ  ا
ِ ى
ُ  و
a>
i>
u>
َ  و
َ ى
ِ يّ
ُ  وّ
aw
ay
iyy
uww







Singkatan :
HR        : Hadis Riwayat
QS         : al-Quran Surah

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hadis sebagai sumber hukum Islam kedua tentu menjadi sangat penting untuk dipelajari dan dipahami. Sebagaimana al-Quran, dalam memberikan pemahaman kepada pembacanya sering menggunakan perumpamaan/tamsil, hadis juga menggunakan tamsil dalam menyampaikan maksudnya. Ada beberapa hadis yang berbicara tentang Muslim yang diberikan tamsil-tamsil, misalnya orang muslim diibaratkan dengan seekor lebah, emas, sebuah bangunan dan pohon kurma. Hal ini merupakan sesuatu yang menarik untuk dipelajari, kenapa Nabi saw. mengibaratkan seorang muslim dengan hal-hal tersebut. Mengingat perumpamaan tersebut terlalu berlebihan jika dibahas dalam sebuah makalah, maka untuk mengefisienkan pembahasan maka kami hanya akan membahas hadis tentang “Perumpamaan Seorang Muslim itu Seperti Pohon Kurma”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka kami merumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
1.    Bagamana kualitas sanad hadis tersebut?
2.    Bagamana kualitas matan hadis tersebut?
3.    Bagaimana kandungan dan kehujjahan hadis tersebut?

BAB II

PEMBAHASAN

A. TAKHRIJ, I’TIBAR, PENELITIAN SANAD DAN MATAN HADIS

1.    Takhrij Hadis:
صحيح البخاري ٦١: حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ مِنْ الشَّجَرِ شَجَرَةً لَا يَسْقُطُ وَرَقُهَا وَإِنَّهَا مَثَلُ الْمُسْلِمِ فَحَدِّثُونِي مَا هِيَ فَوَقَعَ النَّاسُ فِي شَجَرِ الْبَوَادِي قَالَ عَبْدُ اللَّهِ وَوَقَعَ فِي نَفْسِي أَنَّهَا النَّخْلَةُ فَاسْتَحْيَيْتُ ثُمَّ قَالُوا حَدِّثْنَا مَا هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ هِيَ النَّخْلَةُ
Shahih Bukhari 61: Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id Telah menceritakan kepada kami Isma'il bin Ja'far dari Abdullah bin Dinar dari Ibnu Umar berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya diantara pohon ada suatu pohon yang tidak jatuh daunnya. Dan itu adalah perumpamaan bagi seorang muslim". Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bertanya: "Katakanlah kepadaku, pohon apakah itu?" Maka para sahabat beranggapan bahwa yang dimaksud adalah pohon yang berada di lembah. Abdullah berkata: "Aku berpikir dalam hati pohon itu adalah pohon kurma, tapi aku malu mengungkapkannya. Kemudian para sahabat bertanya: "Wahai Rasulullah, pohon apakah itu?" Beliau shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Pohon kurma".[1]
Hadits ini diriwayatkan oleh imam Bukhari dalam shahihnya kitab Al ‘Ilmu, bab Qaulul Muhadis\ Hadas\ana> no. 61.
صحيح مسلم ٧۲٧٦: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ وَقُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ وَعَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ السَّعْدِيُّ وَاللَّفْظُ لِيَحْيَى قَالُوا حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ يَعْنُونَ ابْنَ جَعْفَرٍ أَخْبَرَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ دِينَارٍ أَنَّهُ سَمِعَ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ يَقُولُا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ مِنْ الشَّجَرِ شَجَرَةً لَا يَسْقُطُ وَرَقُهَا وَإِنَّهَا مَثَلُ الْمُسْلِمِ فَحَدِّثُونِي مَا هِيَ فَوَقَعَ النَّاسُ فِي شَجَرِ الْبَوَادِي قَالَ عَبْدُ اللَّهِ وَوَقَعَ فِي نَفْسِي أَنَّهَا النَّخْلَةُ فَاسْتَحْيَيْتُ ثُمَّ قَالُوا حَدِّثْنَا مَا هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ فَقَالَ هِيَ النَّخْلَةُ قَالَ فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِعُمَرَ قَالَ لَأَنْ تَكُونَ قُلْتَ هِيَ النَّخْلَةُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ كَذَا وَكَذَا
Shahih Muslim 7276: Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Ayyub, Qutaibah bin Sa'id dan Ali bin Hujr As Sa'di, teks milik Yahya, mereka berkata: Telah menceritakan kepada kami Ismail bin Ja'far telah mengkhabarkan kepadaku Abdullah bin Dinar ia mendengar Abdullah bin Umar berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda: " Sesungguhnya di antara pepohonan ada sebuah pohon yang daunnya tidak gugur, itu seperti orang mu`min, katakan padaku pohon apa itu?" Abdullah berkata: Orang-orang mengira pohon padang pasir sementara aku mengiranya pohon kurma. Nabi Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda: "Ia pohon kurma" tapi aku malu mengatakannya. Abdullah berkata: Aku beritahu Umar apa yang aku kira lalu Umar berkata: Sungguh kau mengatakannya itu lebih aku sukai dari pada aku memiliki ini dan ini.
Hadits ini diriwayatkan oleh imam Bukhari dalam shahihnya kitab S{afatul qiya>mah, waljannah, wanna>r, bab Mas\alul Mukminu ms\alul nakhlah no. 7276. [2]
2.    I’tibar Sanad
Kata al-i’tibar (الإعتبر) merupakan masdar dari kata اعتبر . menurut bahasa, arti al-i’tibar adalah “peninjauan terhaadap berbagai hal dengan maksud untuk dapat diketahui sesuatunya yang sejenis.
Menurut istilah ilmu hadis, al-i’tibar berarti menyertakan sanadsanad yang lain untuk suatu hadis tertentu, yang hadis itu pada bagian sanadnya tampak hanya terdapat seorang saja dan dengan menyertakan sanad-sanad yang lain ataukah tidak ada untuk bagian sanad dari sanad hadis dimaksud.[3]
Untuk mempermudah proses i’tibar sanad, maka di bawah ini digambarkan skema seluruh sanad pada kedua hadis tersebut:

Nabi Muhammad saw.
 


Isma’i<<>l bin Ja’far bin Abi Katsir
Abdullah bin Dinar, maula Ibnu ‘Umar
Abdullah bin ‘Umar bin Al Khat}t}ab bin Nufail
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                             
Yahya bin Ayyub

Qutaibah bin Sa’id bin Jamil bin T{arif bin Abdullah
Ali bin Hujr As Sa'di

                                                                                                                                                                                                                                                                                                                     
IMAM BUKHARI
IMAM MUSLIM
 



3.    Penelitian Sanad
Dalam penelitian kualitas para periwayat dan persambungan sanad pada kedua hadis diatas kami akan menguraikannya masing-masing sebagai berikut:
a.    Yahya bin Ayyub
Nama lengkapnya adalah Yahya bin Ayyub, memiliki kunyah Abu Zakariya, lahir tahun 157 H dan wafat tahun 234 H. Beliau menerima hadis dari Isma’i>l bin Ja’far, Abdullah bin Muba>rok, Hasyim, Marwan bin Mu’awiyah dan lain-lain. Sedangkan muridnya adalah Muslim, Abu Daud, Bukhari, Nasa>i dan lain-lain. Abu H{a>tim menilainya s}adu>q. Ibnu hajar dan adz-dzahabi menilainya s\iqah.[4]
b.    Ali bin Hujr As Sa'di
Nama lengkapnya adalah Ali bin H{ujr bin Iya>s bin Muqa>til bin Mukhadisy bin Musyamrij bin Khalid As Sa'di, memiliki kunyah Abu Hasan, wafat 244 H. Beliau menerima hadis dari Isma’i>l bin Ja’far, Isma’i>l bin ‘Aliah, Ibnu Muba>rak dan lain-lain. Sedangkan murid-muridnya adalah Bukhari, Muslim, Tirmiz\i dan lain-lain. Ibnu H{ajar menilainya s\iqah h{a>fiz}. Dan Az\ Z|a>habi menilainya h{a>fiz}.[5]
c.    Qutaibah bin Sa’id
Nama lengkapnya adalah Qutaibah bin Sa’id bin Jamil bin T{arif bin Abdullah memiliki kunyah Abu Raja’, lahir tahun 150 H dan wafat tahun 240 H. Beliau menerima hadis dari  ‘Abdul waras\ bin Sa’id, Jarir bin ‘Abdul Hamid, Isma’i>l bin Ja’far dan lain-lain. Sedangkan muridnya atau orang-orang yang meriwayatkan hadis darinya adalah Bukhari, Muslim, Abu Daud, Nasai dan lain-lain. Abu H{atim  dan Nasai menilainya s\iqah, Ibnu Hajar al-Asqalani menilainya s\iqah s\abat,[6]
d.    Isma’i>l bin Ja’far
Nama lengkapnya adalah Isma’i>l bin Ja’far bin Abi Kas\ir, dikenal dengan kunyah Abu Ishaq meninggal pada tahun 180 H. Beliau menerima hadis dari Ja’far S{adiq, Hamid at}-T{awil, Abdullah bin Dina>r dan lain-lain. Diantara muridnya adalah Yahya bin Yahya an-Naisaburi, Muhammad bin Jahdham, Aburrabi’ az-Zaharani, Qutaibah bin Zanbur dan lain-lain. Ahmad bin Hambal menilainya s\iqah dan Ibnu Hajar al-Asqalani menilainya s\iqah s\abat.[7]
e.    Abdullah bin Dina>r, maula Ibnu ‘Umar
Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Dina>r, maula Ibnu ‘Umar memiliki kunyah Abu ‘Abdur Rahman, beliau wafat tahun 127 H. Beliau mengambil hadis dari Umar bin Al Khat}t}ab, Anas bin Malik, Sulaiman bin Yasar  dan lain-lain. Diantara muridnya yaitu Sulaiman bin Bilal, Isma’i>l bin Ja’far dan Suhail bin Abi S{alih. Ahmad bin H{ambal, Abu H{atim dan Ibnu Hajar al-Asqalani menilainya s\iqah[8]
f.     Ibnu ‘Umar
Nama lengkapnya Abdullah bin ‘Umar bin Al Khat}t}ab bin Nufail, beliau adalah sahabat Rasulullah saw., dikenal dengan kunyah Abu ‘Abdur Rahman, wafat tahun 73 H. Murid-murud beliau diantaranya adalah ‘Usman, ‘Ali, Bilal dan Abdullah bin Dina>r (pembantunya) dan lain-lain.[9]
4.    Kualitas Hadis
Setelah meneliti sanad hadis diatas yaitu dengan melihat komentar-komentar ulama terhadap para rawinya, maka kualitas hadis ini ditinjau dari segi sanadnya adalah hadis s}ah}i>h}.
5.    Penelitian Matan
Meneliti kualitas matan hadis menjadi sebuah keharusan, karena kualitas matan tidak selalu sejalan dengan kualitas sanadnya. Menurut ulama hadis, suatu hadis barulah dinyatakan berkualitas shahih (dalam hal ini s}ah}ih} liz|atih) apabila sanad dan matan hadis itu sama-sama berkualitas shahih.[10] Oleh karena itu, seorang peneliti hadis hendaknya memperhatikan unsur-unsur yang harus dipenuhi untuk suatu matan yang berkualitas shahih, yaitu terhindar dari syuz|uz| (kejanggalan) dan ‘illah (cacat).
Untuk itu, para ulama kemudian merumuskan kriteria hadis yang shahih atau maqbul. Menurut al-Khatib al-Bagdadi, sebagaimana yang dikutip oleh M. Syuhudi Ismail, kriteria tersebut antara lain:
1.    Tidak bertentangan dengan nash yang lebih kuat, yaitu al-Quran dan hadis mutawatir.
2.    Tidak bertentangan dengan akal sehat.[11]
Dengan menggunakan tolak ukur dari hadis maqbul di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hadis yang diteliti adalah hadis shahih dari segi matan, dengan alasan :
a.    Bahwa hadis ini menjadikan sebuah pohon sebagai permisalan bagi orang muslim. Di dalam al-Quran, Allah memberikan permisalan kalimat t}oyyibah dengan pohon. Allah swt. berfirman:
öNs9r& ts? y#øx. z>uŽŸÑ ª!$# WxsWtB ZpyJÎ=x. Zpt6ÍhŠsÛ ;otyft±x. Bpt7ÍhsÛ $ygè=ô¹r& ×MÎ/$rO $ygããösùur Îû Ïä!$yJ¡¡9$# ÇËÍÈ  
Terjemahnya : Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik[12] seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. (QS. Ibrahim : 24)
b.    Matan hadis ini tidak bertentangan dengan akal sehat. Karena permisalan pohon kurma bagai orang muslim merupakan suatu hal yang tidak bertentangan dengan kenyataan bahwa sifat-sifat istimewa pohon kurma terdapat kesamaan dengan sifat/jiwa orang muslim.
Dari hasil penelitian terhadap sanad dan matan hadis di atas, maka penulis berkesimpulan bahwa hadis ini sahih dan bisa dijadikan hujjah, karena sanadnya sahih dan matannya terbebas dari syaz} dan ‘illah.

A. SYARAH HADIS

1.  Syarah Mufradad (Kosakata) Hadis

a.    إِنَّ مِنْ الشَّجَرِ شَجَرَةً لَا يَسْقُطُ وَرَقُهَا وَإِنَّهَا مَثَلُ الْمُسْلِمِ : Terdapat persamaan dan penyerupaan seorang muslim dengan pohon yang tidak gugur daunnya, yaitu pohon kurma.
b.    فَوَقَعَ النَّاسُ فِي شَجَرِ الْبَوَادِي : Akal pikiran mereka menerawang kepada pepohonan di wadhi. Setiap orang menafsirkannya dengan salah satu jenis pepohonan tersebut, namun lupa dengan pohon kurma.
c.    الْبَوَادِي : bentuk jamak dari Badiyah yang bermakna dataran luas yang ada padanya tumbuhan dan air.
d.    قَالَ عَبْدُ اللَّهِ : Abdullah ini adalah Abdullah bin Umar, sahabat yang meriwayatkan hadits ini dari Rasulullah.
e.    فَاسْتَحْيَيْتُ : sebab malu beliau, karena paling kecil dari para sahabat yang hadir waktu itu, sebagaimana dijelaskan dalam riwayat Bukhari di kitab Al Ath’imah: “Aku adalah orang kesepuluh dan aku yang paling kecil.”
f.     هِيَ النَّخْلَة: pohon kurma. Tentulah pohon ini memiliki keistimewaan sehingga dijadikan sebagai permisalan bagi seorang muslim. Tidak hanya ini saja bahkan Allah memberikan permisalan kalimat thoyibah dengan pohon ini dalam firman-Nya:
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللهُ مَثَلاً كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَآءِ تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا وَيَضْرِبُ اللهُ اْلأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
Terjemahnya: “Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Rabbnya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.” (QS. Ibrahim 24-25)
Ibnu Hajar berkata: “Imam Bukhari telah membawakan hadits ini juga dalam tafsir firman Allah:
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللهُ مَثَلاً كَلِمَةً طَيِّبَةً
Sebagai isyarat dari beliau bahwa yang dimaksud dengan pohon yang baik itu adalah pohon kurma. Memang telah ada riwayat yang tegas dari hadits yang dikeluarkan oleh Al Bazaar dari jalan periwayatan Musa bin ‘Uqbah dari Naafi’ dari Ibnu Umar, beliau menyatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ayat ini dan bersabda: “Apakah kalian tahu pohon apakah itu?” Ibnu Umar menyatakan: “Jelas itu adalah pohon kurma, namun usiaku yang kecil menahanku untuk berbicara.” Lalu Rasulullah berkata: “ia adalah pohon Kurma.” (Fathul Baariiy)
Dengan demikian, Pohon yang baik di sini ditafsirkan dengan pohon kurma dan ini adalah pendapat banyak ulama salaf, di antaranya: Ibnu Abbas, Mujahid, Masruq, Ikrimah, Ad Dhohaak, Qatadah dan Ibnu Zaid. (Lihat makalah Syaikh Abdirrozzaaq Al ‘Abaad dalam Majalah Al Jaami’ah Al Islamiyah edisi 107 tahun 29, 1418-1419 hal 205). Pendapat ini dikuatkan oleh hadits yang diriwayatkan Ibnu Hibbaan dari jalan periwayatan Abdul Aziz bin Muslim dari Abdullah bin Dinaar dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah bersabda:
مَنْ يُخْبِرُنِيْ عَنْ شَجَرَةٍ مِثْلُهَا مِثْلُ الْمُؤْمِنِ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِيْ السَّمَاءِ
Terjemahnya: “Siapakah yang dapat menyebutkan kepadaku satu pohon yang menyerupai seorang mukmin, pokok batangnya kokoh dan cabangnya menjulang ke langit?”. (Dibawakan Ibnu Hajar dalam Fathul Baariy 1/147)
Semua ini menunjukkan pohon kurma memiliki keutamaan, ketinggian dan keistimewaan. Semua ini telah ditunjukkan dalam ayat di atas. Namun cukuplah dengan dijadikan sebagai permisalan seorang muslim menunjukkan ketinggian dan keistimewaannya.

2.  Syarah Hadis

Nabi saw. dalam hadits ini memberikan permisalan dan menyerupakan seorang muslim dengan pohon kurma. Tentunya hal ini menunjukkan adanya sisi kesamaan antara keduanya. Di antara sisi kesamaan muslim dengan pohon kurma adalah (sisi kesamaan ini diambil dan disadur dari makalah yang berjudul Taammulaat Fi Mumatsalatul Mukmin Bin Nahlah, tulisan Syeikh DR. Abdurrozaq bin Abdil Muhsin Al ‘Abbaad dalam majalah Al Jaami’ah Al Islamiyah edisi 107 tahun 29, 1418-1419 hal 209-221. dengan penambahan dan pengurangan)[13]:
1.    Pohon kurma mesti memiliki akar, pangkal batang, cabang, daun dan buah, demikian juga pohon keimanan, memiliki pokok, cabang dan buah. Pokok imam adalah rukun iman yang enam dan cabangnya adalah amalan saleh dan aneka ragam ketaatan dan ibadah. Sedangkan buahnya adalah semua kebaikan dan kebahagiaan yang didapatkan seorang mukmin di dunia dan akhirat.
Imam Ahmad berkata: “perumpamaan iman seperti pohon, karena pokoknya adalah syahadatain, batang dan daunnya demikian juga. Sedangkan buahnya adalah sikap wara’ (hati-hati). Tidak ada kebaikan pada pohon yang tidak berbuah dan tidak ada kebaikan pada orang yang tidak punya sifat wara.’” (As-Sunnah karya Abdullah bin Ahmad, 1/316)
Imam Al Baghawiy menyatakan: “Hikmah dari penyerupaan iman dengan pohon adalah pepohonan tidak dikatakan sebagai pohon (yang baik) kecuali memiliki tiga hal. Memiliki akar yang kuat, batang yang kokoh dan cabang yang tinggi. Demikian juga iman, tidak sempurna iman kecuali dengan tiga hal, yaitu pembenaran hati, ucapan lisan dan amalan anggota tubuh.” (Tafsir Al Baghowi, 3/33)
2.    Pohon kurma tidak akan bertahan hidup kecuali dengan disiram dan dipelihara. Disiram dengan air, jika tidak maka akan kering dan jika ditebang maka mati. Demikian juga seorang mukmin tidak dapat hidup yang hakiki dan istiqomah kecuali dengan siraman wahyu. Oleh karena itulah Allah menamakan wahyu dengan ruh dalam firman-Nya:
وَكَذَلِكَ أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ رُوحًا مِّنْ أَمْرِنَا مَاكُنتَ تَدْرِي مَا الْكِتَابُ وَلاَ اْلإِيمَانُ وَلَكِن جَعَلْنَاهُ نُورًا نَّهْدِي بِهِ مَن نَّشَآءُ مِنْ عِبَادِنَا وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ
“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu ruh/ wahyu (al-Qur’an) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al-Kitab (al-Qur’an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan al-Qur’an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS. Asy-Syuuro: 52)
Karena kehidupan hakiki bagi hati tidak ada tanpa wahyu. Sehingga tanpa wahyu manusia dikatakan mayit walaupun bergerak di antara manusia. Allah ta’ala berfirman:
أَوَمَنْ كَانَ مَيْتًا فَأَحْيَيْنَاهُ وَجَعَلْنَا لَهُ نُورًا يَمْشِي بِهِ فِي النَّاسِ كَمَنْ مَثَلُهُ فِي الظُّلُمَاتِ لَيْسَ بِخَارِجٍ مِّنْهَا كَذَلِكَ زُيِّنَ لِلْكَافِرِينَ مَاكاَنُوا يَعْمَلُونَ
“Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya.” (QS. Al-An-’aam:122)
Di sini jelas sekali sisi persamaannya. Pohon kurma hanya hidup dengan disiram air dan hati seorang mukmin hanya hidup dengan siraman wahyu.
3.    Pohon kurma sangat kokoh, sebagaimana firman-Nya:
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللهُ مَثَلاً كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَآءِ تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا وَيَضْرِبُ اللهُ اْلأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Rabbnya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.” (QS. Ibrahim 24-25)
Demikian juga iman jika telah mengakar di dalam hati, maka menjadi sangat kokoh dan tidak goyah sedikitpun, seperti kokohnya gunung yang besar menjulang. Imam Al Auzaa’iy ditanya tentang iman, apakah bertambah? Beliau menjawab: “Ya, sampai membesar seperti gunung.” Ditanya lagi, apakah berkurang? Beliau menjawab: “Ya, sampai tidak sisa sedikit pun.” (Diriwayatkan oleh Al-La>lika>’iy dalam Syarah Ushul I’tiqad 5/959)
4.    Pohon kurma tidak dapat tumbuh di sembarang tanah, bahkan hanya tumbuh di tanah tertentu yang subur saja. Pohon kurma di sebagian tempat tidak tumbuh sama sekali, di sebagian lainnya tumbuh namun tak berbuah dan di sebagian lain tumbuh berbuah tapi sedikit buahnya. Sehingga tidak semua tanah cocok untuk pohon kurma. Demikian juga iman, ia tidak kokoh pada semua hati. Dia hanya akan kokoh pada hati orang yang Allah berikan hidayah dan lapang dada menerimanya. Sehingga pantaslah bila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَثَلُ مَا بَعَثَنِي اللَّهُ بِهِ مِنْ الْهُدَى وَالْعِلْمِ كَمَثَلِ الْغَيْثِ الْكَثِيرِ أَصَابَ أَرْضًا فَكَانَ مِنْهَا نَقِيَّةٌ قَبِلَتْ الْمَاءَ فَأَنْبَتَتْ الْكَلَأَ وَالْعُشْبَ الْكَثِيرَ وَكَانَتْ مِنْهَا أَجَادِبُ أَمْسَكَتْ الْمَاءَ فَنَفَعَ اللَّهُ بِهَا النَّاسَ فَشَرِبُوا وَسَقَوْا وَزَرَعُوا وَأَصَابَتْ مِنْهَا طَائِفَةً أُخْرَى إِنَّمَا هِيَ قِيعَانٌ لَا تُمْسِكُ مَاءً وَلَا تُنْبِتُ كَلَأً فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقُهَ فِي دِينِ اللَّهِ وَنَفَعَهُ فَعَلِمَ وَعَلَّمَ وَمَثَلُ مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا وَلَمْ يَقْبَلْ هُدَى اللَّهِ الَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ
“Permisalan petunjuk dan ilmu yang aku dapatkan dari Allah adalah seperti permisalan air hujan yang deras menimpa bumi. Ada di antara tanah bumi itu Naqiyah, menerima air lalu menumbuhkan rumput dan tumbuhan yang banyak. Ada juga ajaadib, menampung air lalu Allah memberikan manfaat kepada manusia. Mereka minum, mengambil dan bercocok tanam. Air hujan ini juga menimpa sejenis tanah lain yaitu Qii’aan yang tidak menerima air dan tidak menumbuhkan rerumputan. Demikian itulah permisalan orang yang berilmu (faqih) dalam agama dan mengambil manfaat darinya. Ia mengetahui dan mengajarkannya dan permisalan orang yang tidak menganggapnya sama sekali dan tidak menerima petunjuk Allah yang aku bawa.” (HR. Bukhari dan Muslim)
5.    Pohon kurma tidak dapat bercampur dengan tumbuhan pengganggu dan tumbuhan asing yang bukan jenisnya. Mereka ini dapat mengganggu dan melemahkan pertumbuhannya serta mengganggunya dalam menyerap air. Oleh karena itu diperlukan perawatan khusus dan selektif dari pemiliknya. Demikian juga seorang mukmin, mesti mendapatkan hal-hal yang dapat melemahkan iman dan keyakinannya. Juga mendapatkan perkara yang dapat mendesak iman dari hatinya. Oleh karena itu diperlukan introspeksi (muhasabah) dalam setiap waktu dan bersungguh-sungguh menjaganya. Juga berusaha selalu menghilangkan segala sesuatu yang mengotorinya, seperti was-was, mengikuti hawa nafsunya dan lain-lainnya. Allah berfirman:
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Ankabut: 69)
6.    Pohon kurma memberikan hasilnya setiap waktu, sebagaimana firman Allah :
تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا
“Pohon itu memberikan buahnya pada setiap waktu dengan seizin Rabbnya.” (QS. Ibrahim: 25)
Ibnu Jarir Ath Thobary menyatakan dalam tafsir ayat ini: “Pendapat yang rojih menurutku adalah pendapat yang menyatakan, makna كُلَّ حِين  dalam ayat ini adalah pagi dan sore, setiap saat, karena Allah menjadikan hasil pohon ini setiap saat dari buahnya untuk perumpamaan amalan dan perkataan seorang mukmin. Padahal sudah pasti amalan dan perkataan basik seorang mukmin diangkat kepada Allah setiap hari, bukan setiap setahun atau setengah tahun atau dua bulan sekali. Jika demikian, maka jelaslah kebenaran pendapat ini. Jika ada yang bertanya: “Pohon kurma mana yang menghasilkan buah setiap saat buah yang dimakan pada musim panas dan dingin? Jawabnya: adapun di musim dingin, maka Thol’ (mayang kurma) adalah buahnya dan di musim panas, maka balkh, busr, Ruthab dan kurma adalah buahnya. Jadi semuanya adalah buahnya.” (Tafsir Thobary, 8/210)
7.    Pohon kurma memiliki barakah dalam semua bagiannya. Semua bagiannya dapat dimanfaatkan. Demikian juga seorang mukmin, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ بَيْنَا نَحْنُ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جُلُوسٌ إِذَا أُتِيَ بِجُمَّارِ نَخْلَةٍ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ مِنْ الشَّجَرِ لَمَا بَرَكَتُهُ كَبَرَكَةِ الْمُسْلِمِ فَظَنَنْتُ أَنَّهُ يَعْنِي النَّخْلَةَ فَأَرَدْتُ أَنْ أَقُولَ هِيَ النَّخْلَةُ يَا رَسُولَ اللَّهِ ثُمَّ الْتَفَتُّ فَإِذَا أَنَا عَاشِرُ عَشَرَةٍ أَنَا أَحْدَثُهُمْ فَسَكَتُّ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هِيَ النَّخْلَةُ
“Dari Abdullah bin umar beliau berkata: “Ketika kamu duduk-duduk di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba-tiba diberikan jamaar (jantung kurma). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata: ‘Sesungguhnya terdapat satu pohon, barakahnya seperti barakah seorang muslim’. Lalu aku menerka itu adalah pohon kurma lalu ingin aku sampaikan dia adalah pohon kurma, wahai Rasulullah. Kemudian aku menengok dan mendapatkan aku orang kesepuluh dan paling kecil, lalu aku diam. Rasulullah berkata: ‘Ia adalah pohon kurma.’” (diriwayatkan oleh Bukhari dalam shohihnya, 3/444)
Ibnu Hajar berkata: “Barokah pohon kurma ada pada semua bagiannya, senantiasa ada dalam setiap keadaannya. Dari mulai tumbuh sampai kering, dimakan semua jenis buahnya, kemudian setelah itu seluruh bagian pohon ini dapat diambil manfaatnya sampai-sampai bijinya digunakan sebagai makanan ternak. Demikian juga serabutnya dapat dijadikan sebagai tali serta yang lainnya pun demikian. Hal ini sudah jelas. Demikian juga barokah seorang muslim meliputi seluruh keadaannya. Juga manfaatnya terus menerus ada untuknya dan untuk orang lain sampai setelah matinyapun.” (Fathul Bari 1/145-146)

B. FAEDAH YANG DIAMBIL DARI HADITS

Di antara faedah yang diambil dari hadits ini adalah:
·       Orang yang diberi teka-teki hendaknya memperhatikan indikator yang menunjukkan jawabannya.
·       Ujian seorang alim terhadap santrinya tentang sesuatu yang belum jelas dan menjelaskannya jika mereka belum paham.
·       Motivasi untuk memamahami ilmu. Imam Bukhari membuat bab untuk hadits ini bab Fahm fil Ilmu.
·       Dhorbul Amtsal dan asybah (membuat contoh) untuk menambah pemahaman.
·       Tanya jawab.
·       Penggambaran makna untuk mengokohkan pemahaman.
·       Tasybih sesuatu dengan sesuatu tidak mesti harus sama dalam setiap sisi.
·       Imam memberikan permasalahan kepada anak buahnya untuk menguji ilmu yang dimiliki mereka. (Bukhari).
·       Ulama besar terkadang tidak tahu sesuatu yang diketahui orang yang di bawahnya, karena ilmu itu pemberian Allah.
·       Malu dianggap baik selama tidak melepas maslahat yang ada.
·       Tauqiir (menghormati) orang yang lebih tua.


BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan uraian mengenai hadis di atas, penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1.    Hadis di atas bila ditinjau baik dari segi sanad maupun matannnya adalah termasuk hadis sahih dan dapat dijadikan hujjah karena tidak bertentangan dengan al-Quran dan akal sehat.
2.    Kandungan hadis tersebut yaitu terdapat persamaan dan penyerupaan seorang muslim dengan pohon yang tidak gugur daunnya, yaitu pohon kurma. Diantara persamaannya yaitu kekokohan pohon kurama sehingga daunnya tidak gugur dengan kokohnya iman seorang muslim yang telah tertanam dan mengakar kuat di jiwa seorang muslim, laksana akar pohon kurma.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran al-Karim
Ibnu Hajar al-Asqala>ni. Tahzib al-Tahzib. Dar al-Fikr. Beirut. 1984.
Ismail, M. Syuhudi. Metodologi Penelitian Hadis Nabi. PT. Bulan Bintang: Jakarta, 2007.
Al-Maktaba al-Sya>milah


[1] Al-Maktaba Syamilah, Shahih Bukhari. Juz I. h. 34
[2] Al-Maktaba Syamilah, Shahih Muslim. Juz 8. h. 137
[3] M. Syuhudi Ismail. Metodologi Penelitian Hadis Nabi. PT. Bulan Bintang: Jakarta, 2007. h. 49
[4] Ibnu Hajar al-Asqala>ni. Tahzib al-Tahzib. Juz 11 (Dar al-Fikr 1984) h. 165.
[5] Ibnu Hajar al-Asqala>ni. Tahzib al-Tahzib. Juz 7 (Dar al-Fikr 1984) h. 259.
[6] Ibid. Juz 8. h. 321.
[7] Ibid. Juz 1, hal 251
[8] Ibid, Juz 5 hal 177
[9] Ibid, Juz 5, hal. 287
[10] M. Syuhudi Ismail. Metodologi Penelitian Hadis Nabi. PT. Bulan Bintang: Jakarta, 2007. h. 115
[11]   Ibid, h. 118
[12] Termasuk dalam kalimat yang baik ialah kalimat tauhid, segala ucapan yang menyeru kepada kebajikan dan mencegah dari kemungkaran serta perbuatan yang baik. kalimat tauhid seperti la>  ila> ha illalla>h.
[13] Diambil dari : http://muslim.or.id/hadits/mukmin-dan-pohon-kurma-1.html, pada tanggal 11 Desember 2012