Selasa, 20 Maret 2012

ORIENTALIS (CHRISTIAAN SNOUCK HURGRONJE)

CHRISTIAAN SNOUCK HURGRONJE
A.    Latar Belakang

Christian Snouck Hurgronje lahir di (Tholen) Oosterhout, 8 February 1857 dan meninggal di Leiden, 26 Juni 1936.  Dia merupakan anak keempat dari pendeta J.J. Snouck Hurgronje dan Ana Maria, putri pendeta D.Christian de Visser. Per-kawinan  kedua orang tuanya itu didahului oleh suatu hubungan gelap, sehingga mereka dikeluarkan dari Gereja Hervormd di Tholen (Zeeland) pada tanggal 3 Mei 1849. Kedua orang tuanya baru menikah resmi pada tanggal 31 Agustus 1856, atas permohonannya agar kedudukan di Gereja Hervormd dipulihkan kembali. Diterima pula sebagai anggota gereja pada tanggal 12 April 1867.
Nama lengkapnya merupakan gabungan nama kakeknya Christian dan nama ayahnya Snouck Hurgronje. Nama tersebut mengandung tugas berat, yaitu: Snouck Hurgronje harus menjadi pendeta untuk memperbaiki kesalahan yang telah diperbuat oleh orang tuanya. Nampaknya, cita-cita orang tuanya tidak diabaikan begitu saja, sehingga mengantarkan Snouck menjadi pemuda yang giat belajar dengan prestasi akademik yang mengagumkan. Seperti ayah, kakek, dan kakek buyutnya yang betah menjadi pendeta Protestan, Snouck pun sejak kecil sudah diarahkan pada bidang teologi, sehingga dia menjadi pengikut protestan yang setia. Christiaan Snuock Hurgronje adalah seorang orientalis berkebangsaan Belanda, ahli bahasa Arab, ahli Agama Islam, ahli bahasa dan kebudayaan Indonesia dan penasihat pemerintah Hindia Belanda dalam masalah keisalaman.

B.    Pendidikan
Snouck Hurgronje menempati posisi tersendiri di kalangan jajaran orientalis, baik dari sisi Islam sebagai agama maupun syari'at. Dia adalah seorang ilmuwan sekaligus politikus ulung. Pendidikan da¬sarnya dilalui di kampungnya, kemudian melanjutkan Sekolah Menengah di Breda. Dia belajar bahasa Latin dan Yunani pada guru khusus, sebagai persiapan masuk universitas, dan berhasil me¬nempuh ujian masuk universitas pada Juni 1874. Kemudian pada musim sedang tahun 1874 dia mendaftar ke Fakultas Teologi di Universitas Leiden, Belanda. Pada tahun 1876, saat menjadi mahasiswa di Leiden, Snouck pernah mengatakan, “Adalah kewajiban kita untuk membantu penduduk negeri jajahan -maksudnya warga Muslim Indonesia- agar terbebas dari Islam“. Sejak itu, sikap dan pandangan Snouck terhadap Islam tidak pernah berubah . kemudian pada Mei 1876 ia menempuh ujian kandidat dalam filologi klasik Yunani dan Latin, lalu pada April 1878 ia mengikuti ujian kandidat dalam Teologi. Namun, dia tetap menekuni Filologi, dan pada September 1878 berhasil menempuh ujian Filologi Semit . Pada tahun 1880 ia tamat dengan predikat cum laude dengan disertasi Het Mekaansche Feest (Perayaan di Mekah), yang menggambarkan ibadah haji dan adat istiadatnya. Pada waktu itu, pemerintah di negara-negara Eropa mulai melihat dukungan yang diberikan penduduk Muslim bagi upaya kemerdekaan bagi wilayah koloni Eropa dan Belanda. Makkah dipandang sebagai tempat berkumpulnya para pejuang Muslim fanatik. Setelah menyelesaikan pendidikannya, Snouck mengajar pada pendidikan khusus calon pegawai untuk Hindia Belanda (Indonesia). Berkat didanai pemerintah Belanda, pada tahun 1884 dia mengadakan petualangan ke jazirah Arab, dan menetap di Jeddah sejak Agustus 1884 hingga Februari 1885, sebagai persiapan menuju Mekah, yang merupakan tujuan utama dari petualangannya, yaitu untuk meneliti kehidupan Muslim fanatik di Makkah.
Demi bisa memasuki Makkah dan mendapatkan kepercayaan dari warga serta pejabat pemerintah di sana, Hurgronje secara terbuka mengumumkan keputusannya untuk menjadi pemeluk Islam dan mengganti namanya dengan Abd Al-Ghaffar. Berkat cara itu, dia akhirnya diizinkan untuk memasuki Makkah dan perjalannya diatur pada 21 Januari 1885. Dia baru tiba di Mekah pada tanggal 22 Februari 1885 dengan menggunakan nama samarannya itu, karena memang Mekah tertutup untuk yang selain muslim. Karena itulah, ia disambut hangat oleh seorang ‘Ulama besar Mekah, yaitu Waliyul Hijaz. Bahkan seorang Indonesia berkirim surat kepada Snouck yang isinya menyebutkan “Karena Anda telah menyatakan masuk Islam di hadapan orang banyak, dan ulama- ulama Mekah telah mengakui ke-Islaman Anda“. 
Seluruh aktivitas Snouck selama di Saudi ini tercatat dalam dokumen-dokumen di Universitas Leiden, Belanda. Selama tujuh bulan, Hurgronje tinggal di Makkah. Meski terbilang singkat, dia mengamati, mencatat, dan mempelajari kehidupan masyarakat lokal. ''Waktu itu, Makkah memiliki salah satu pasar budak terbesar di dunia, dan Hurgronje kagum dengan perlakukan manusiawi yang diberikan kepada budak karena budak-budak itu diperlakukan sebagai anggota keluarga,'' ujar Domit (seorang kurator galeri). Hurgronje juga mengamati kehidupan wanita di Makkah. Persoalan status sosial, rasa mode, dan kebebasan yang diberikan kepada kalangan wanita ini dibandingkannya dengan wanita di kota-kota di Timur lainnya. Minatnya yang begitu besar terhadap Makkah membuat curiga pemerintah negara Eropa yang lain. Setelah itu terungkap bahwa Hurgronje adalah seorang mata-mata, penipu, sekaligus sebagai sedikit dari kalangan orientalis kala itu. Tak lama usai menikahi wanita Ethiopia, dia dideportasi dari Arab Saudi atas permintaan pemerintah Prancis yang menuduhnya telah mencuri batu Taima. 
Akibatnya, Hurgronje harus segera meninggalkan Makkah. Dengan tergesa, dia mengumpulkan catatan dan foto-foto yang diperolehnya selama tinggal di Makkah. Namun peralatan kamera ditinggalnya dan dititipkan kepada temannya yang seorang mahasiswa fotografi, Al-Sayyid Abd Al-Ghaffar. Hurgronje kemudian balik ke Belanda dan mulai menulis berbagai artikel mengenai Makkah. Dia tetap menjalin kontak dengan temannya, Al-Sayyid untuk bertukar informasi dan mendapatkan foto-foto terbaru mengenai Makkah, termasuk foto-foto mengenai jamaah haji. Di belanda, ia membuat karya-karya mengenai Islam dan budaya Makkah. Mungkin karena itu pula, hubungan dia dengan petinggi Arab Saudi bisa terjalin baik. Sebagai pertanda eratnya hubungan itu, Pangeran Saud dari Kerajaan Saudi sampai tiga kali mengunjungi Belanda selama kurun waktu 1926-1935.

C.    Peran Snouck Hurgronje dalam Menjajah Hindia Belanda

Setelah dideportasi dari Arab Saudi ia kembali mengajar di Leiden. Namun, pertemuan Snouck dengan Habib Abdurrahman Azh-Zhahir, seorang keturunan Arab yang pernah menjadi wakil pemerintahan Aceh, kemudian "dibeli" Belanda dan dikirim ke Mekkah, mengubah minatnya. Atas bantuan Zahir dan Konsul Belanda di Jeddah JA. Kruyt, dia mulai mempelajari politik kolonial dan upaya untuk memenangi pertempuran di Aceh. Sayang, saran-saran Habib Zahir tak ditanggapi Gubernur Belanda di Nusantara. Karena kecewa, semua naskah penelitian itu Zahir serahkan pada Snouck yang saat itu, 1886, telah menjadi dosen di Leiden.
Snouck seperti mendapat durian runtuh. Naskah itu dia berikan pada kantor Menteri Daerah Jajahan Belanda. Snouck bahkan secara berani menawarkan diri sebagai tenaga ilmuwan yang akan dapat memberikan gambaran lebih lengkap tentang Aceh. Sementara itu ia masih berkorespondensi dengan ulama-ulama Serambi Mekkah. Jabatan lektornya dilepas pada pertengahan Oktober 1887. Proposal penelitian kepada Gubernur Jenderal segera diajukan pada 9 Februari 1888. Niatnya didukung penuh oleh Direktur Pendidikan Agama dan Perindustrian (PAP), juga Menteri Urusan Negeri Jajahan. Proposal pun berjalan tanpa penghalang.
Snouck segera berangkat. Tempat yang dituju adalah Aceh. Sayang, begitu sampai di pelabuhan Penang (Malaya), Gubernur H.K.F. van Teijn melarangnya masuk Aceh, pada tanggal 1 April 1889. Alasannya, Snouck bergaul dengan kaum pelarian dan berusaha masuk ke Aceh secara gelap. Akhirnya Snouck meluncur ke Batavia (kini Jakarta) dan tiba pada tanggal 11 Mei 1889.
Sebenarnya, Snouck mau melakukan tugas penting ke Aceh (1889) atas perintah Belanda. Ini sangat rahasia, ia naik kapal pos Inggris sampai ke pantai Sumatra. Melalui Pelabuhan Penang ia masuk pedalaman Aceh sampai ke istana sultan dengan cara memanfaatkan tradisi menghormat sesama Muslim yang dikenalnya di Mekkah. Tapi di pihak lain, perjalanan itu dianggap mata-mata oleh militer Belanda di Aceh. Mereka keberatan, maka ia harus dipulangkan ke Batavia.
Pada tahun 1890, ia menikah dengan Sangkana, puteri Raden Haji Mohammad Taik, penghulu di Ciamis dan dikaruniai 4 orang anak. Sayang, pada tahun 1896, saat mengandung anak ke-5, Sangkana keguguran dan meninggal bersama bayi yang dikandungnya.
Tak sampai 2 tahun kemudian, Snouck Hurgronje menikah lagi. Kali ini dengan Siti Sadiah, puteri Kalipah Apo, wakil penghulu di Bandung. Dari pernikahan itu mereka dikarunai seorang anak bernama Raden Joesoef. Namun setelah itu, Snouck Hugronje dipanggil pulang ke Belanda. Raden Joesoef sendiri memiliki 11 orang anak. Yang paling sulung adalah Eddy Joesoef, pemain bulu tangkis yang pada tahun 1958 berhasil merebut Piala Thomas di Singapura.
Di Batavia, Snouck bekerja sebagai pegawai pemerintah. Snouck langsung akrab dengan pribumi Batavia, termasuk ulama. Ini membuat Direktur PAP terkesan dan mendesak Gubjen Cornelis Pijnacker Hordijk agar mengabulkan permohonan penelitian itu. Keluarlah beslit yang mengizinkan Snouck melakukan penelitian selama dua tahun, sejak 16 Mei 1889, disusul beslit Raja Belanda pada 22 Juli 1889. Bahkan ia diangkat menjadi Penasihat urusan Bahasa-Bahasa Timur dan Hukum Islam sejak 15 Maret 1891.
Sejak menjadi penasihat itu, naluri politik Snouck mulai memengaruhi posisinya sebagai ilmuwan. Meja kerja penasihat terus menggiring pemikirannya untuk selalu menyertakan tendensi politis di setiap analisisnya. Sifat seorang ilmuwan yang mengedepankan objektivitas dalam diri Snouck mulai luntur. Menurut Schroder, ilmuwan Belanda, tangan kotor Snouck telah jauh terlibat dalam fungsi politik kolonial.
Pada tanggal 9 Juli 1891, Snouck ke Aceh, bahkan menetap di Kutaraja (kini Banda Aceh). Selama tujuh bulan Snouck berada di Aceh. Di Aceh, dia dibantu beberapa orang pelayannya. Pada 4 Februari 1892, ia kembali ke Jakarta. Baru pada 23 Mei 1892, Snouck mengajukan Atjeh Verslag, laporannya kepada pemerintah Belanda tentang pendahuluan budaya dan keagamaan, dalam lingkup nasihat strategi kemiliteran Snouck. Sebagian besar Atjeh Verslag kemudian diterbitkan dalam De Atjeher dalam dua jilid yang terbit 1893 dan 1894. Dalam Atjeh Verslag-lah pertama disampaikan agar kotak kekuasaan di Aceh dipecah-pecah. Itu berlangsung lama, karena sampai 1898, Snouck masih saja berkutat pada perang kontra-gerilya. Antara 1898 dan 1903 ia sering datang ke Aceh untuk membantu Van Heutsz (yang menjadi Jenderal di Aceh, sebelum ia menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda, 1904-1909), guna menaklukkan daerah Serambi Mekah itu. Pada 11 Januari 1899, ia diangkat sebagai penasihat urusan Pribumi dan Arab. Lembaga yang didirikan pada 11 januari 1899 ini bisa dipandang sebagai cikal bakal Departemen Agama.
Nasehat Snouck mematahkan perlawanan para ulama, karena awalnya Snouck sudah melemparkan isu bahwa yang berhak memimpin Aceh bukanlah uleebalang, tapi ulama yang dekat dengan rakyat kecil. Komponen paling menentukan sudah pecah, rakyat berdiri di belakang ulama, lalu Belanda mengerasi ulama dengan harapan rakyat yang sudah berposisi di sana menjadi takut. Untuk waktu yang singkat, metode yang dipakai berhasil.
Snouck mendekati ulama untuk bisa memberi fatwa agama. Tapi fatwa-fatwa itu berdasarkan politik Divide et impera. Demi kepentingan keagamaan, ia berkotbah untuk menjauhkan agama dan politik. Selama di Aceh Snouck meneliti cara berpikir orang-orang secara langsung.
Van Heutsz adalah seorang petempur murni. Sebagai lambang morsose, keinginannya tentu menerapkan nasihat pertama Snouck; mematahkan perlawanan secara keras. Tapi Van Heutsz ternyata harus melaksanakan nasihat lain dari Snouck, yang kemudian beranggapan pelumpuhan perlawanan dengan kekerasan akan melahirkan implikasi yang tambah sulit diredam.
Akhirnya taktik militer Snouck memang diubah. Memang pada 1903, kesultanan Aceh takluk. Tapi persoalan Aceh tetap tak selesai. Sehingga Snouck terpaksa membalikkan metode, dengan mengusulkan agar di Aceh diterapkan kebijakan praktis yang dapat mendorong hilangnya rasa benci masyarakat Aceh karena tindakan penaklukkan secara bersenjata. Inilah yang menyebabkan sejarah panjang ambivalensi dialami dalam menyelesaikan Aceh. Snouck pula yang menyatakan bahwa takluknya kesultanan Aceh, bukan berarti seluruh Aceh takluk.
Dalam lingkup internal mereka, perubahan paradigma ini memunculkan konflik kepentingan yang lain yaitu tentang posisi penguasa di Aceh. Pendekatan tanpa kekerasan, otomatis pengurangan pasukan harus dilakukan. Sedangkan Van Heutsz merupakan orang yang sangat menantang itu. Ia bahkan mengusulkan status di Aceh tetap dipegang Gubernur Militer.
Selain di melalui politik Divide et impera, Belanda juga hendak menguasai Indonesia melalui “politik sopan” (Ethical policy), hal ini dapat dilihat dari tindakan pemerintah kolonial untuk memberikan pendidikan kepada penduduk pribumi, dan mendirikan sekolah-sekolah, sejak dari tingkat rendah sampai sekolah tinggi. Untuk menjalankan” politik sopan” inilah, pandangan-pandangan seorang ahli Islam (Islamologi) terkenal, Snouck Hurgronje sangat berpengaruh. Ketika menasehati pemerintah kolonial Belanda, dia mengemukakan pendapatnya bahwa pemerintah kolonial harus mengembangkan sikap netral Islam sebagai agama, dan sikap keras-tegas terhadap Islam sebagai gerakan politik, dan pemerintah kolonial sekaligus harus merangkul golongan-golongan dalam masyarakat Indonesia yang agak tipis keislamannya: yaitu kaum elit tradisional, pemimpin-pemimpin kaum adat di luar Jawa, dan kaum priyayi di Jawa.  Dalam analisisnya yang terakhir, dia mengatakan: “Pendidikan Barat adalah cara yang paling dapat dipercaya untuk mengurangi dan akhirnya mengalahkan pengaruh Islam di Indonesia.

D.    Snouck Hurgronje Kembali ke Belanda
Pengembaraan Snouck berakhir 1906 dan kembali ke Belanda setelah bertugas di Indonesia selama 17 tahun. Ketika ia pulang berlibur ke Negaranya, gurunya, De Goeje, meninggal, sehingga ia diangkat untuk menggantikan gurunya, kemudian menjadi guru besar di Universitas Leiden. Di samping itu ia merangkap sebagai penasihat menteri jajahan yang dikukuhkan pada 23 Januari 1907. Pada 1910, di Belanda, Snouck kawin dengan Ida Maria, putri seorang pensiunan pendeta di Zutphan, Dr AJ Gort.  Jabatan sebagai penasihat menteri jajahan dijalankannya sampai ia meninggal dunia.  

E.    Karya-karya Snouck Hurgronje
Karya ilmiah Snouck terbagi dalam dua jenis, yaitu karya dalam bentuk buku dan dalam bentuk makalah-makalah kecil. Di antara hasil karya besarnya ialah, tulisannya tentang kota Makah, terdiri atas dua bagian, bagian pertama terbit di kota Den Hag pada tahun 1888 dan bagian kedua juga terbit di kota yang sama pada tahun 1889. Kemudian karyanya yang berjudul De Atjehers, dalam dua bagian, terbit di Batavia (sekarang Jakarta) dan Leiden (cet I, 1893) dan (cet II. 1894); Daerah Gayo dan Pendu¬duknya (Batavia,1903). Bagian kedua dari buku Makah, dan bagian pertama dan kedua dari buku De Atjehers, sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Karya-karyanya dalam bentuk makalah adalah “Munculnya Islam', "Perkembangan Agama Islam", "Perkembangan Politik Islam", dan "Islam dan Pemikiran Modern". Semua makalah itu telah dikumpulkan oleh muridnya, A.J. Wensinck, dengan judul Bunga Rampai dari Tulisan Christian Snouck Hurgronje dalam enam jilid, jilid keempat terdiri atas empat bagian (Bonn dan Leiden, 1923 -1927). Sistematika kumpulan tulisan itu adalah sebagai berikut; jilid pertama tentang Islam dan sejarahnya, jilid kedua tentang syari'at Islam, jilid ketiga tentang Jazirah Arab dan Turki, jilid keempat tentang Islam di Indonesia, jilid kelima ten¬tang bahasa dan sastra, dan jilid keenam tentang kritik buku, dan tulisan-tulisan lain dan daftar indeks, serta rujukan-rujukan . Diantara bukunya yang terkenal tentang Hindia Belanda adalah The Acehnese dan The Gajo Land.







SUMBER BACAAN:
Ensklopedi Nurcholish Madjid (Snouckisme pengalaman berharga bagi Indonesia)
Ensklopedi tematis dunia Islam
http://pusdiklat-dewandakwah.com/artikel-pengasuh/83-orientalis-berjubah-santri.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Christiaan_Snouck_Hurgronje
http://indrayogi.multiply.com/reviews/item/150
http://id.shvoong.com/social-sciences/1690979-fenomena-snouck-hurgronje-di-pentas/
http://firdyatjeh.blogspot.com/2011/01/pelajari-islam-di-makkah-snouck.html
http://katasa07.wordpress.com/2010/03/01/christian-snouck-hurgronje-saya-masuk-islam-hanya-pura-pura-inilah-satu-satulnya-jalan-agar-saya-bisa-diterima-masyarakat-indonesia-yang-fanatik/
http://www.sejutablog.com/profdrchristiaan-snouck-hurgronje/
http://myquran.org/forum/index.php/topic,65952.new.html#new


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jika ada yang salah, mohon dikritik.
Jika tidak berkenan dihati anda, kami mohon maaf